Senin, 04 Juni 2012

Steve Jobs, Perpustakaan dan Revolusi Perpustakaan

Oleh : Bambang Haryanto
Email : jip80fsui (at) gmail.com


"Jobs keluar dari Reed (College di Oregon) setelah enam bulan. Namun ia tidak langsung meninggalkan kampus. Selama satu tahun enam bulan, Jobs masih berkeliaran di kampus, tidur di lantai kamar teman, dan hidup dengan uang dari mengumpulkan botol. 

Jobs berkeliaran di sekitar kampus tanpa alas kaki, berhenti di perpustakaan untuk membaca-baca tentang Zen, Buddhisme, dan melakukan lebih banyak lagi eksperimen pada tubuhnya.

Penganut Buddha, fruitarian, dan mahasiswa drop-out fakir yang ke mana-mana selalu bertelanjang kaki itu juga sering ikut menyimak kuliah beberapa kelas. Ia sangat tertarik dengan kelas kaligrafi.

"Sesuatu yang indah, bersejarah, halus secara artistik, dan tidak bisa ditangkap oleh sains. Saya merasa itu sangat menarik," kata Jobs di hadapan para wisudawan stanford University pada 2005. Ia kemudian memadukan apa yang dipelajarinya dari sesi-sesi kaligrafi itu dengan komputer -- keindahan dengan teknologi, momen hubungan yang signifikan." 

Itulah potongan tulisan Jim Aley, "1955-1985 : Pada Mulanya..." di majalah Bloomberg BusinessWeek No. 33 (20-26 Oktober 2011). Saya membeli majalah itu (gambar bawah) di toko buku Gunung Agung di Kwitang, Jakarta, 21/10/2011.  Dunia bersedih ketika ia meninggal dunia tanggal 5 Oktober 2011.

Rujuknya cinta. Seperti halnya banyak orang lain, walau saya tak pernah punya komputer Mac, iPad, iPhone atau pun iPad, toh halal saja bila merasa punya kaitan dengen pendiri Apple yang legendaris itu. saya pernah menulis di media massa tentang sepotong sejarah dirinya.

Dalam artikel  berjudul "Geger Kisah Cinta Ulang Apple dan Jobs" yang dimuat di harian Media Indonesia, 11 September 1997 : 12, saya telah mengutip ucapan sahabatnya, Larry Ellison, CEO Oracle, mengenai hubungan emosional antara Jobs dengan Apple.

Steve Jobs di majalah Bloomberg BusinessWeek No. 33 (20-26 Oktober 2011).

"Apple adalah kekasih tercinta Jobs ketika kuliah dan kini mereka bertemu kembali dalam pesta reuni setelah 20 tahun berpisah. Steve Jobs kini telah menikah, mempunyai anak dan hidupnya bahagia. Ketika bertemu kembali dengan kekasihnya itu, ia lihat gadisnya telah kecanduan berat alkohol, dikelilingi konco-konco yang begundal dan preman serta menghancurkan hidupnya sendiri.

Walau pun demikian, nurani Jobs menilai mantan kekasihnya itu adalah seorang gadis cantik yang pernah membuainya dengan kalimat bahwa dialah satu-satunya cintanya di dunia. Lalu apa yang Jobs kerjakan ? Tentu saja ia tak ingin menikahinya. Tetapi dirinya tidak bisa lepas tangan begitu saja karena ia masih menyayanginya.

Maka ia ajak kekasihnya itu ke panti rehabilitasi korban alkohol, membantunya untuk bergaul dengan teman-teman baru yang yang lebih baik, dan mengharap yang terbaik bagi masa depannya."


Revolusi Apple Untuk Perpustakaan. Steve Jobs akhirnya kembali dalam pelukan Apple dan membuat perusahaan inovatif itu berjaya gilang-gemilang.

Bahkan seorang Anthony Molaro (foto) yang mahasiswa doktor Ilmu Perpustakaan Universitas Dominika, dalam artikel di blognya berjudul "IA Greatest Hits: The Apple Way for Libraries (a Manifesto?)" menyatakan bahwa perpustakaan harus dirombak dengan menerapkan strategi bisnisnya perusahaan Apple.

Artikel inspiratif yang ditemukan oleh mBak Lini Ashdown, juga terpajang di grup Revolusi Perpustakaan di Facebook, tetapi tidak memperoleh sambutan yang gegap gempita dari pustakawan Indonesia.

Kembali ke Steve Jobs.

Minggu ini, dari newsletter @Your Library-nya American Library Association (ALA) yang saya langgan, saya memperoleh informasi menarik terkait Steve Jobs. Untuk mengenang kontribusinya di bidang teknologi, Pusat S. Dillon Ripley dari Museum Smithsonian telah memamerkan koleksi Pusat Patent dan Hak Cipta Amerika Serikat yang bertajuk, “The Patents and Trademarks of Steve Jobs: Art and Technology that Changed the World.”

Pameran tersebut berlangsung sampai tanggal 8 Juli 2012.

Pameran yang inspiratif. Ketika sesuatu isu masih segar tertanam dan aktual sebagai perbincangan publik, lembaga seperti museum yang selalu dikesankan sebagai rumah benda-benda kuno telah tampil untuk menjadi relevan dengan rasa ingin tahu masyarakatnya.

Pesan dan keteladanan ini semoga dapat menjadi cermin dan menjadi inspirasi bagi pustakawan Indonesia, untuk mampu tampil secara mutakhir sehingga kiprahnya senantiasa relevan bagi masyarakat yang dilayaninya pula.


Wonogiri,4 Juni 2012
[Catatan untuk Ninik yang cantik :-).
 Hari ini terasa sangat berbeda.].

1 komentar: